Pasar tradisional berfungsi tidak hanya sebagai alat penjualan dan pertukaran, namun pada kenyataannya memiliki banyak peran penting lainnya. Pasar Bolu dan Pasar Makale adalah dua pasar terbesar di TanaToraja, Sulawesi Selatan, dan jelas mencerminkan budaya dan peradaban masyarakat Toraja dan masyarakat sekitar. Tapi sebelum belajar tentang pasar itu sendiri, orang harus terlebih dahulu mengenal sejarah dan peran pasar, serta hubungannya dengan Masyarakat Toraja.
Dulu, budak, senjata api, dan kopi merupakan komoditas utama
dalam sistem perdagangan Toraja. Pada abad ke-17, Toraja telah menjadi bagian
dari sistem perdagangan global, untuk memperdagangkan budak yang dikirim ke
Siam. Pada pertengahan abad ke-19, dengan kopi dan senjata api ditambahkan ke
dalam barang yang akan diperdagangkan, perdagangan meningkat dengan cepat. Kopi
dan budak diekspor dari Toraja, sementara senjata dan kain dibawa ke Toraja.
Meskipun lanskap Toraja bergunung-gunung dan tampaknya tidak dapat diakses, ini
tidak menyebabkan hambatan terhadap posisinya dalam perdagangan global.
Selama masa itu, pasar yang dijalankan oleh berbagai
kelompok etnis di seluruh Toraja meski sering berperang satu sama lain. Pasar
terbesar di Toraja saat itu adalah Pasar Kalambe, (sekarang dikenal sebagai
Pasar Bolu,) dan Pasar Rantepao, (sekarang dikenal sebagai Pasar Pagi
Rantepao).
Pasar Bolu terletak di Rantepao, pusat wisata Toraja, dan
merupakan objek wisata yang populer, dan tempat yang menarik untuk dikunjungi.
Sesuai jadwal, pasar hanya dibuka sekali dalam 6 hari, dan merupakan pusat
penjualan utama kerbau maupun babi. Sayuran, buah, kopi dan produk makanan
lainnya juga bisa ditemukan di pasar ini.
Pada hari pasar, jalan-jalan Bolu ramai dikunjungi orang
lokal untuk transaksi jual beli, begitu juga wisatawan asing dan domestik yang
datang menyaksikan pertunjukan tersebut. Jumlah kerbau yang terjual bisa
mencapai hingga 500, terutama pada saat upacara. Harga kerbau mencakup berbagai
macam, tergantung warna, corak, dan ukurannya. Kerbau hitam kecil harganya
sekitar 5 juta rupiah, sementara yang lebih besar dengan warna yang sama bisa
dijual seharga 10 - 15 juta rupiah. Tedong Bonga, atau kerbau berbintik, yang
dianggap lebih unggul bisa dijual puluhan juta rupiah, sementara kerbau albino
yang sangat langka bisa mencapai harga jual bahkan ratusan juta.
Jika Kerbau adalah komoditas utama yang dijual di Bolu, pasar Makale setara dengan babi. Pasar Makale bertempat di blok sekitar 50 x 20 meter, dan sering disebut sebagai "Pasar Swine." Pasar dibagi menjadi tiga bagian yang berbeda: satu untuk anak babi yang hidup, satu lagi untuk babi dewasa yang hidup, dan satu lagi untuk daging babi .
Babi yang masih muda disimpan dalam karung beras, hanya
dibuka agar calon pembeli bisa mengintip, sedangkan babi dewasa biasanya
terikat pada tiang bambu di aula utama. Anak babi biasanya dibeli untuk
dipelihara dan dibesarkan. Harga pada babi mulai sekitar 500.000 - 750.000
untuk anak babi, sementara ukuran yang lebih besar menghabiskan biaya antara 3
- 9 juta rupiah, meskipun beberapa dapat dijual seharga puluhan jut.
Kadang-kadang, bobot mereka secara kebetulan menyaingi seekor kerbau. Berbeda
dengan kerbau, babi hitam lebih mahal dari pada albino atau babi buram. Seperti
pasar lainnya, Makale hanya buka sekali dalam enam hari.
Meskipun mayoritas penduduk Toraja adalah orang Kristen,
sebagian besar masih menganut ajaran Animisme, menjadikan hewan memiliki peran
yang sangat penting dalam budaya Toraja. Kerbau adalah persyaratan yang harus
dipenuhi dalam upacara adat, terutama pemakaman, karena diyakini bahwa kerbau,
saat disembelih, bertindak sebagai wahana semangat orang meninggal untuk
mencapai Nirvana.
Kerbau dan babi juga berfungsi sebagai simbol status.
Semakin tinggi posisi keluarga, semakin banyak kerbau yang harus disembelih.
Untuk keluarga kelas menengah, 8 ekor kerbau dan 50 ekor babi merupakan jumlah
wajib yang harus dipenuhi saat melakukan pemakaman tradisional. Bagi bangsawan,
sebanyak 25 - 100 ekor kerbau bisa dibantai.
Meskipun banyak hal telah berubah selama berabad-abad,
beberapa hal tetap sama. Di Toraja, keberadaan pasar ini sangat terintegrasi
dengan budaya dan tradisi mereka, dan hari pasar merupakan bagian dari warisan
masyarakat Toraja yang tidak pernah bisa dipisahkan.